Seperti yang Iwan lakukan, begitu juga aku dan Purnomo, ceramah ayah Iwan
masuk kanan keluar kiri atau sebaliknya. Tapi, dari sekian banyak ceramah yang
diberikan, ada satu cerita unik yang menarik perhatianku. Cerita tentang
asal-usul Kota Garut. Begitu mendengar kisah itu, aku serius menyimak
ceramahnya. Menurutnya, ini adalah kisah turun temurun yang diceritakan kakek
buyutnya. Sebenarnya aku tidak peduli cerita itu, hanya karangan belaka atau
memang benar-benar terjadi. Tapi, kalau kulihat raut mukanya, agaknya lelaki
asli orang Garut ini benar-benar serius. Mari kuceritakan ulang menurut versi
ayah Iwan.
“Pada tahun 1811 waktu Endonesa
dijajah urang Walanda”
Seperti itu ayah Iwan membuka kisah sejarah kota Garut. Mungkin sebaiknya,
cerita selanjutnya kualih bahasakan menurut versiku saja, karena kalau
mengikuti versi ayah Iwan terlalu banyak bahasa Sunda yang kurang dipahami oleh
non Sunda, seperti Purnomo. Sedangkan
dialog para tokoh dalam kisah itu, kusampaikan seperti yang ayah Iwan
ceritakan.
Ketika Kabupaten Limbangan dibubarkan dengan alasan produksi kopi dari
daerah tersebut menurun hingga titik nol. Gubernur Raffles mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali
Kabupaten Limbangan dengan daerah Suci sebagai ibu kotanya. Tapi, keberadaan
Suci untuk sebuah Kota Kabupaten, dinilai tidak memenuhi syarat, sebab daerah
tersebut tidak begitu luas. Maka dibentuklah panitia untuk mencari tempat yang
cocok bagi Ibu Kota Kabupaten.
Pada awalnya, panitia
menemukan satu wilayah sekitar 3 Km sebelah timur Suci. Akan tetapi di tempat
tersebut air bersih sulit diperoleh, sehingga tidak tepat untuk menjadi sebuah
Ibu Kota. Selanjutnya panitia
mencari lokasi ke arah barat, sekitar 5 Km dari Suci.
Akhirnya di sana mereka menemukan tempat yang cocok. Selain tanahnya subur,
tempat tersebut memiliki mata air yang mengalir ke Sungai Cimanuk, serta pemandangannya
indah, karena tempat itu dikelilingi beberapa gunung; Gunung Cikuray, Gunung
Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung
Karacak. Di sinilah asal mula nama Garut ditemukan.
Di tempat baru itu ditemukan mata air yang tertutup semak belukar berduri.
Ketika sedang membabat semak belukar di sekitar mata air itu, salah seorang
panitia tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan panitia, ikut pula
seorang Belanda. Begitu melihat tangan berdarah, ia langsung bertanya.
"Mengapa kamu berdarah, he?"
“Kakarut, mister.”
Jawab panitia yang terluka itu dengan bahasa dan logat Sundanya. Dalam
istilah Sunda, tergores biasa disebut kakarut.
“Oo, gagarut, he?”
Orang bule itu menirukan kata kakarut,
tapi kurang fasih, sehingga huruf K menjadi G.
“No mister. KA-KA-RUT”
Panitia itu
membenarkan.
“Yes, GA-GA-RUT.”
“KA-KA-RUT, Misteeeerrr!!!”
“Ya, GA-GA-RUT.”
“Terserah mister lah!”
Sejak saat itu, para
panitia menamai tanaman berduri yang menggores salah satu pekerjanya itu dengan
sebutan "Ki Garut" dan telaga yang ada di sekitarnya diberi nama
"Ci Garut". Dalam bahasa Sunda “Ki” merupakan singkatan dari “ka-i”
artinya kayu atau pohon, sedangkan “Ci” singkatan dari “Ca-i” artinya air.
Dengan ditemukannya Ci Garut dan jenis tanaman Ki Garut, maka daerah sekitar
itu dikenal dengan nama Garut. Begitulah ceritanya.
Kami pun
manggut-manggut. Purnomo baru mengerti cerita itu setelah kualih bahasakan
dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar